Oleh Agus Widjajanto
Ditengah maraknya kehidupan modern ditengah sistem ekonomi kapitalis dimana yang kuat akan dilindas yang lemah, yang kaya akan semakin kaya tapi yang miskin tetap akan stagnan mengalami kemiskinan. Pada masa lalu jargon yang dilontarkan hanya melalui pendidikanlah yang bisa merubah nasib dirimu dan keluargamu, sepertinya jargon tersebut mulai luntur melihat fenomena betapa ratusan ribu lulusan sarjana dari universitas-universitas baik negeri maupun swasta, berlomba-lomba mencari kerja tapi yang didapat kekecewaan akibat lowongan kerja tidak sebanding dengan lulusan sekolah, baik kesarjanaan maupun tingkat menengah atas.
Dalam menghadapi situasi ketidak pastian di jaman ini, dimana seolah sudah tidak ada lagi sekat batas negara, batas privasi dan kepentingan publik, ada baiknya kita menengok sejenak apa yang pernah ditulis oleh kaisar terbesar Kekaisaran Romawi, yakni Markus Aurelius yang memerintah dari tahun 161 hingga kematiannya pada tahun 180 Masehi sebagai salah satu dari lima kaisar Romawi terbaik dan dikenal juga sebagai filsuf terharum Romawi.
Ada 5 (lima) pelajaran dari Kaisar Markus Aurelius yang tetap relevan di abad ini, bukan hanya untuk bisa berpikir jernih akan tetapi juga untuk hidup lebih utuh secara moril.
Ajaran Pertama (1) Kamu tidak bisa mengontrol Dunia , tapi bisa mengontrol dirimu. Banyak orang beranggapan bahwa dunia ini tidak adil , seolah dunia tidak berpihak pada dirinya, rencana gagal banyak teman mengecewakan dan sebagainya.
Seorang sarjana baru lulus kuliah merasa hancur karena selalu gagal tidak lolos kerja berkali kali, lalu dia menyalahkan sistem, menyalahkan ordal bahkan lebih ekstrem menyalahkan dirinya padahal yang bisa pemuda itu kendalikan adalah reaksinya. Untuk itu Marcus Aurelius menulis: Kamu punya kekuasaan atas pikiranmu , bukan atas kejadian diluar dirimu hidup tidak pernah sepenuhnya adil , akan tetapi kamu bisa memilih :
- Marah atau belajar
- Menyerah atau beradaptasi
Disitulah sesungguhnya letak dari kebebasan sejati .
Ajaran kedua (2) dari Kaisar Marcus Aurelius adalah Hidupmu Terbatas jangan Habiskan untuk Menyenangkan Semua Orang. Kadang kita habiskan energi kita hanya untuk terlihat sukses, agar disukai, dan diterima dilingkungan komunitas kita, akan tetapi kita lupa, bahwa waktu terus berjalan .
Seorang wanita karier mengejar validasi dari rekan-rekannya kerja dan bekerja hingga larut malam, dengan tampilan sempurna, tapi didalam hatinya dia merasa kosong dimana dia tidak benar benar hidup, hanya sedang tampil di muka umum, bukan untuk dirinya. Untuk itu Marcus Aurelius mengingatkan, “betapa bodohnya orang yang tidak menyadari bahwa setiap hari adalah hidup yang pendek, selalu berkurang dari umur kita” Kamu disini tidak untuk menyenangkan semua orang, tapi kamu hidup disini untuk jujur pada dirimu sendiri.
Ajaran ketiga (3) dari filsuf dan sekaligus Kaisar Marcus Aurelius adalah : Rintangan adalah jalan itu sendiri. Saat menghadapi kegagalan banyak orang menyerah dan menganggap bahwa itu sebagai tanda bahwa mereka harus menyerah. Seorang pengacara pemula selalu kalah dalam menjalankan kasus yang ditangani, tanpa mereka sadari bahwa dari kesalahan dan kekalahan itu lah mereka dapat menempa diri belajar dari kegagalan untuk mencapai kesuksesan ke depan sebagai pengacara tangguh. Untuk itu Marcus menulis “Halangan di jalan menjadi bagian dari jalan itu sendiri kegagalan bukan musuh akan tetapi ia adalah guru. Ia datang tidak untuk menghancurkan akan tetapi untuk menempa agar lebih kuat.
Ajaran keempat (4) dari Kaisar Marcus Aurelius adalah Tenang adalah Tanda Kekuatan, bukan Kelemahan. Diera media sosial yang tidak terbendung dan tidak terbatas saat ini, emosi mudah terpancing dan meledak. Balasan cepat dianggap sebuah keberanian, padahal reaksi impulsif justru kerap merusak keadaan. Contoh seorang disindir di media, dia langsung membalas dan terbakar emosi, tapi setelahnya dia menyadari menyesal, apakah ia benar benar menang?
Untuk itu Marcus Aurelius menulis : kemarahan adalah bentuk kelemahan , bahwa Ketenangan adalah kekuatan yang sangat dahsyat. Memang butuh keberanian untuk diam, dan butuh kekuatan untuk tetap tenang saat diserang , kendalikan reaksi , dengan demikian kami telah menguasai Medan pertempuran tersulit untuk satu langkah mencapai kemenangan .
Ajaran kelima (5) dari Marcus Aurelius adalah Hidup Sederhana bukan Kekurangan tapi Kejernihan Pikir dan Hati. Banyak orang berlomba-lomba mengejar lebih, agar lebih hebat, lebih kaya, lebih terkenal, lebih sibuk, tapi merasa semakin kosong. Seorang pria muda selalu mengejar kemewahan membeli mobil mewah jam mewah, kebutuhan mewah, tapi dihatinya tetap merasa cemas, karena hidup nya tergantung pada barang, dan barang selalu ada yang lebih baru, produk baru, tehnologi baru tiada pernah berhenti.
Untuk itu Marcus Aurelius menulis dalam bukunya, Kebahagiaanmu terletak pada kualitas pikiranmu. Kesederhanaan bukan kemunduran, ia adalah kebebasan memilih hidup, disaat kita tidak lagi diperbudak oleh ambisi maka kita mulai hidup dengan berpikir jernih. Bahwa ketenangan tidak datang dari luar akan tetapi dari dalam dirimu sendiri. Karena setiap manusia saat ini sedang mencari jati dirinya yang telah terkoyak oleh dinamika kehidupan modern.
Seorang filsuf dari Cikini, yang dikenal sebagai praktisi hukum dan pemerhati sosial budaya, pernah menyatakan, bahwa hidup adalah sebuah proses evolusi menuju tingkat refolusioner. Untuk mencapai tataran tertinggi dalam kesempurnaan hidup sejati, manusia harus menjalani kerasnya hidup dan mengalami proses kehidupan.
Secara filosofis dapat dirumuskan begini: Sebelum sebuah samurai, atau sebilah kujang atau keris dibuat, maka si empu harus memilih bahan besi yang baik, hanya pandai besi lah yang tahu kuwalitas besi yang baik, kadang ditemukan di pinggir jalan trotoar yang orang lalu lalang juga tidak pernah memperhatikan, lalu besi itu dibawa pulang, pertama-tama dibakar, betapa panasnya proses pembakaran besi, setelah membara di tempa dengan pukulan hammer, setelah dirasa cukup lalu di celup dalam air, dari panas ke dingin, setelah dilihat kurang, dibakar lagi di api membara, lalu ditempa lagi, dibentuk begitu dianggap cukup lalu disiram air dari panas kedingin, selanjutnya di gerinda, dikikir, dicampur batu meteorit dibakar lagi ditempa lagi dicelup air lagi, laku digerinda lagi, setelah si empu merasa sudah cukup baru dibikinkan warangka sarung keris, atau kujang atau samurai, dan lalu di pajang ditaruh ditempat paling terhormat diatas bufet atau almari hias sebagai barang sangat berharga. Kita bisa bayangkan betapa berat penderitaan besi yang harus dirasakan sebelum tercipta sebuah pusaka bernilai tinggi dalam proses evolusinya. Demikian juga pada diri manusia.
Demikian juga proses perjalanan manusia, untuk mencapai kesempurnaan dan derajat yang tinggi, Yang Kuasa lah si pandai besi atau empu, sedang biji besi adalah setiap insan manusia, yang diproses sesuai kadar dan takdir masing masing. Semoga bermanfaat.
——————-
Penulis adalah Advokat, Penulis, Pemerhati Sosial Budaya, Hukum dan Sejarah Bangsanya.