Oleh Agus Widjajanto
Dikutip dari Reuter, parade militer China Tiongkok di lapangan Tiananmen, yang dirancang untuk menunjukan kekuatan militer China kepada dunia dan strategi diplomasi China kepada seluruh dunia, untuk merespon dan menanggapi keputusan presiden Amerika Serikat Donald Trump, soal tarif persaingan dagang yang salah satunya kepada China.
Pemimpin China dalam pidato devile militer di lapangan Tiananmen menyatakan bahwa hari ini umat manusia dihadapkan pada dua pilihan antara perang dan damai, antara dialog dan konfrontasi militer dan dagang, saling menguntungkan atau merugikan, dimana rakyat China berdiri teguh kepada yang benar dalam sejarah.
Alutsista yang dipamerkan tidak main-main, seperti Dongfeng 5 C rudal nuklir antar benua, dron bawah laut yang mampu menyelam 20 meter, pesawat j 20 siluman dan rudal-rudal taktis dan kapal induk Lioning 1,2 dan 3 yang termodern yang sepertinya nenunjukan pada dunia bahwa China siap dalam menghadapi kemungkinan terburuk untuk meladeni peperangan demi penyatuan Taiwan dalam satu wilayah dengan daratan sebagai satu negara.
Dalam Laporan Global Fire Power (GFP) 2025 menempatkan China sebagai salah satu dari lima kekuatan militer terbesar di dunia, yang mana China nenempati peringkat ke-tiga, dari 145 negara di dunia.
Situasi semakin memanas setelah Perdana Menteri Jepang yang baru terpilih Sanae Takaichi di depan parlemen menyatakan serangan China ke Taiwan dimasa depan bisa mengancam keamanan Jepang, sontak pernyataan tersebut memicu protes keras Beijing kepada Jepang, dan diplomat Jepang lainnya membuat statmen bahwa Jepang akan membantu Taiwan apabila diserang china, dan hal ini membuat China semakin murka atas komentar deplomat Jepang tersebut, yang memang kedua negara punya sejarah kelam dimana Jepang pernah menyerbu Menchuria wilayah Tiongkok dan menduduki Tiongkok pada tahun 1920 an.
Menilik para analisis militer dan pertahanan di Jepang dan dunia, atas situasi panas tersebut bisa merubah peta peperangan ke depan apabila China benar-benar menyerang Taiwan maka langkah yang akan diambil adalah menyerang Okinawa, Jepang terlebih dahulu, dan hal ini apabila benar terjadi maka strategi militer saat Perang Dunia ke-II dimana Jepang menyerang Hawai, Amerika serikat akan terulang .
Serangan Jepang ke Pearl Harbor pada 7 Desember 1941 adalah peristiwa yang memicu Perang Pasifik. Beberapa alasan di balik serangan ini:
– Ekspansi Jepang: Jepang ingin memperluas wilayah kekuasaannya di Asia Pasifik, termasuk China, Asia Tenggara, dan Pasifik.
– Sumber daya alam: Jepang membutuhkan sumber daya alam, seperti minyak dan karet, untuk menopang ekonominya.
– Blokade ekonomi AS: Amerika Serikat memberlakukan embargo ekonomi terhadap Jepang, termasuk larangan ekspor minyak, yang sangat mempengaruhi ekonomi Jepang.
– Strategi militer: Jepang ingin melemahkan armada Pasifik AS untuk mencegah campur tangan AS dalam ekspansi Jepang di Asia Pasifik.
Serangan ke Pearl Harbor adalah upaya Jepang untuk melumpuhkan armada AS dan memberikan Jepang waktu untuk mengamankan sumber daya alam dan wilayah di Asia Pasifik. Namun, serangan ini justru memicu AS untuk memasuki Perang Dunia II dan mengubah jalannya perang.
Analisis militer tentang kemungkinan China menyerang pangkalan Amerika di Okinawa, Jepang, sebelum menyerbu Taiwan adalah topik yang kompleks dan sensitif. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan:
– Strategi China: China memiliki ambisi untuk menyatukan Taiwan dengan daratan utama, dan kemungkinan besar mereka akan fokus pada Taiwan terlebih dahulu.
– Keterlibatan AS: Amerika Serikat memiliki komitmen untuk membantu Taiwan mempertahankan diri, dan pangkalan di Okinawa adalah salah satu lokasi strategis AS di Asia Pasifik.
– Risiko Eskalasi: Serangan China terhadap pangkalan AS di Okinawa dapat memicu eskalasi konflik yang tidak terkendali, termasuk kemungkinan keterlibatan Jepang dan negara-negara lain di kawasan.
– Kesiapan Militer: China telah meningkatkan kemampuan militernya dalam beberapa tahun terakhir, tetapi AS dan sekutunya masih memiliki keunggulan militer yang signifikan di kawasan.
Beberapa kemungkinan skenario:
– Serangan terhadap Taiwan: China dapat memilih untuk menyerang Taiwan secara langsung, dengan harapan AS tidak akan campur tangan.
– Serangan terhadap pangkalan AS: China dapat memilih untuk menyerang pangkalan AS di Okinawa sebagai upaya untuk melemahkan kemampuan AS untuk membantu Taiwan.
– Diplomasi dan sanksi: Dunia internasional dapat meningkatkan tekanan diplomasi dan sanksi terhadap China jika mereka memilih untuk menyerang Taiwan atau pangkalan AS.
Namun, perlu diingat bahwa perang antara China dan AS/Taiwan masih bisa dihindari jika diplomasi dan dialog dapat dilakukan dengan efektif. Namun apapun yang terjadi dunia saat ini tidak baik-baik saja, dibelahan dunia lain, Rusia berupaya menyatukan kembali wilayah bekas Uni Soviet dulu dengan menyerang Georgia, dan Ukraina, demikian juga Israel menyerang Hamas dan Israel menyerang Iran dan Iran membalas menyerang Israel dengan rudal jarak jauh, ke kota-kota Israel, jadi apapun yang terjadi bukan tidak mungkin kawasan Indo Pasifik yang diprediksi sebagai kekuatan ekonomi dunia, akan jadi wilayah peperangan, setelah terbentuknya aliansi pertahanan AUKUS yakni Australia, United King Dom, dan Amerika Serikat yang disadari maupun tidak telah memicu perlombaan senjata di kawasan termasuk menaikan belanja militernya secara signifikan dalam menghadapi kemungkinan terburuk untuk melindungi kepentingan nasionalnya.
Demikian juga Indonesia yang merupakan negara kepulauan dan terkuat di Asean, harus membangun kekuatan militernya yang kuat yang mampu melidungi garis pantai yang begitu panjang dengan sistem Pertahanan Rakyat Semestanya untuk melindungi halaman depan maupun belakangnya yakni Natuna, yang menghadap langsung laut China Selatan.
_________________
Penulis adalah pemerhati masalah sosial dan politik serta pertahanan






