• Redaksi & Kontak
  • Tentang Kami
  • Privacy Policy
Rabu, Oktober 15, 2025
  • Login
No Result
View All Result
Beranda Negeri
  • HOME
  • BERITA
  • JELAJAH
  • BUMI MANUSIA
  • BIOGRAFI
  • OPINI
  • KOLOM
  • SASTRA
  • Lainnya
    • TEROPONG
    • PUSTAKA
    • PAPALELE ONLINE
    • LENSA
    • JADWAL
  • HOME
  • BERITA
  • JELAJAH
  • BUMI MANUSIA
  • BIOGRAFI
  • OPINI
  • KOLOM
  • SASTRA
  • Lainnya
    • TEROPONG
    • PUSTAKA
    • PAPALELE ONLINE
    • LENSA
    • JADWAL
No Result
View All Result
Beranda Negeri
No Result
View All Result
Home OPINI

Peringatan Lahirnya TNI dan Kemanunggalan Rakyat

by Redaksi
Oktober 5, 2025
in OPINI
0
Peringatan Lahirnya TNI dan Kemanunggalan Rakyat
0
SHARES
12
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp

Oleh  Agus Widjajanto

 

Setiap tanggal 5 Oktober selalu diperingati hari jadi lahirnya Tentara Nasional Indonesia, dimana pada tahun ini peringatan lahirnya TNI dipusatkan di Lapangan Monas Jakarta, sebagai puncak peringatan yang diperingati secara besa- besaran dengan defile alutsista terbaru dan termodern ditunjukan kepada masyarakat, dan dunia internasional inilah kami Tentara Republik Indonesia, yang lahir dari rakyat dan untuk rakyat.

Tentara Nasional Indonesia (TNI) lahir pada 5 Oktober 1945, setelah kemerdekaan Indonesia. TNI memiliki semboyan “Bhinneka Tunggal Ika,” yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu.” Semboyan ini mencerminkan semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Berdirinya TNI tidak lepas dari peran jendral Oerip Soemohardjo bersama Soedirman, dimana jendral Oeriplah peletak dasar dari organisasi Tentara yang profesional dan terpusat.

Pada tanggal 14 oktober 1945 Jendral Oerip ditunjuk sebagai kepala staf dan pimpinan sementara Angkatan Perang Republik Indonesia, yang kemudian menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR).Pada awal kemerdekaan banyak laskar dan kelompok bersenjata yang terpisah-pisah, disinilah peran Oerip memainkan peran sentral dalam menyatukan mereka dalam satu organisasi yang berwadah dan terorganisir secara profesional. Dimana disusun strategi dan reorganisasi yang terpusat dalam wadah Tentara Keamanan Rakyat.

Doktrin Pertahanan Rakyat Semesta dimana para pendiri TNI saat itu mengambil dan mengacu pada semboyan “Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat,” itu adalah semboyan yang berasal dari pidato Abraham Lincoln, Presiden AS ke-16. Semboyan ini mencerminkan prinsip-prinsip demokrasi dan pemerintahan yang melayani rakyat. Bahwa sebuah negara akan aman dan tentram serta terjamin stabilitas keamananya apabila adanya kemanunggalan antara TNI dan rakyat.

Tentara Nasional Indonesia (TNI) lahir pada 5 Oktober 1945, setelah kemerdekaan Indonesia. TNI memiliki sejarah yang erat dengan perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara.

Sistem Pertahanan Rakyat Semesta (Sishankamrata) adalah konsep pertahanan yang melibatkan seluruh komponen bangsa dan negara dalam upaya pertahanan negara. Sistem ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat dalam menjaga keamanan dan kedaulatan negara.

 

Sishankamrata memiliki beberapa prinsip utama, yaitu:

– Partisipasi Aktif Masyarakat: Melibatkan seluruh komponen bangsa dan negara dalam upaya pertahanan negara.

– Pusat Pertahanan Rakyat: Rakyat adalah komponen utama dalam sistem pertahanan negara.

– Pertahanan yang Berbasis Wilayah: Pertahanan negara dilakukan secara terintegrasi dan berbasis wilayah.

 

Sishankamrata bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan negara dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga keamanan dan kedaulatan negara.

 

Supremasi Milter di Indonesia

Supremasi militer di Indonesia merupakan topik yang sensitif dan kompleks, terutama dalam konteks demokrasi dan keadilan. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan terkait supremasi militer di Indonesia ke depannya:

 

Tantangan Supremasi Sipil

– Peran Militer dalam Pemerintahan: Ada kekhawatiran bahwa perluasan peran TNI dalam bidang sipil dapat mengancam supremasi sipil dan demokrasi di Indonesia. Sejarah Indonesia mencatat periode kelam di mana militer memiliki peran dominan dalam pemerintahan, yang dikenal sebagai dwifungsi ABRI.

– Pengawasan dan Akuntabilitas: Mekanisme pengawasan yang ketat perlu diterapkan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan memastikan bahwa peran TNI tetap berada dalam batas-batas yang sesuai dengan prinsip supremasi sipil.

 

Dampak Perluasan Peran Militer

– Kemunduran Demokrasi: Perluasan peran militer dapat berpotensi melemahkan demokrasi dan kebebasan sipil di Indonesia. Hal ini dapat menyebabkan pembatasan hak-hak sipil dan penyalahgunaan kekuasaan.

– Persaingan Tidak Sehat: Penempatan prajurit aktif di jabatan sipil dapat menciptakan persaingan tidak sehat dengan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

 

Solusi dan Harapan

– Transparansi dan Akuntabilitas: Proses pembahasan RUU TNI harus transparan dan akuntabel untuk membangun kepercayaan publik.

– Pengawasan Publik: Masyarakat sipil perlu lebih aktif terlibat dalam mengawasi jalannya pemerintahan dan memastikan bahwa demokrasi tetap tegak di Indonesia.

– Profesionalisme TNI: Peningkatan kualitas sumber daya manusia, modernisasi peralatan militer, dan penerapan doktrin militer yang sesuai dengan perkembangan zaman dapat membantu TNI menjadi lebih profesional dan efektif.

 

Bahwa harus belajar dan menengok sejarah lahirnya negara ini dan lahir nya TNI yang memang dibentuk dari laskar laskar badan keamanan rakyat yang berasal dari rakyat dan untuk kepentingan rakyat dan akan kembali ke rakyat. Dengan melihat merefleksi lahirnya TNI maka ketakutan akan supremasi militer di Indonesia, tidak perlu ditakutkan karena dalam negara demokrasi modern, makna dari pidato Prabowo dalam Hari Ulang Tahun TNI yang menyinggung reorganisasi TNI hanya berpegang pada penguatan sebagai alat pertahanan untuk menjaga sumber daya alam negara, tidak bermaksut untuk melakukan supremasi militer dalam kekuasaan negara seperti halnya dwi fungsi ABRI pada masa lalu, lagi pula  segala keputusan tertinggi memang ada ditangan rakyat sebagai suara Tuhan (Vox Populi Vox Dei).

**************

 

Penulis adalah praktisi hukum, pengamat sosial budaya dan politik serta sejarah bangsanya

ShareTweetSend
Next Post
Peserta Didik dan Modernitas Cair

Ruang Kelas, Ruang Doa dan Praktik Kekuasaan Menurut Michel Foucault

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recommended

“Aliran Kepercayaan” Apakah Ia Sebuah Agama?  Tinjaun Perspektif Budaya Luhur Bangsa

Perubahan Geografis Dunia Akibat Pergerakan Alam

3 bulan ago
Imam yang Konsisten Menulis  (Catatan Ultah Imamat ke-19 P. Stefanus Tupeng Witin, SVD)

Imam yang Konsisten Menulis (Catatan Ultah Imamat ke-19 P. Stefanus Tupeng Witin, SVD)

1 tahun ago

Popular News

  • Sinyal Cinta Kosmis

    Sinyal Cinta Kosmis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Newsletter

Beranda Negeri

Anda bisa berlangganan Artikel Kami di sini.
SUBSCRIBE

Category

  • BERITA
  • BIOGRAFI
  • BUMI MANUSIA
  • Featured
  • JADWAL
  • JELAJAH
  • KOLOM KHUSUS
  • LENSA
  • OPINI
  • PAPALELE ONLINE
  • PUISI
  • PUSTAKA
  • SASTRA
  • TEROPONG
  • UMUM

Site Links

  • Masuk
  • Feed entri
  • Feed komentar
  • WordPress.org

About Us

Beranda sebagai suatu tempat para penghuni rumah untuk duduk melepas lelah, bercerita dengan anggota keluarga ataupun tamu dan saudara. Karena itu pula media Baranda Negeri merupakan tempat bercerita kita dan siapa saja yang berkesempatan berkunjung ke website ini.

  • Redaksi & Kontak
  • Tentang Kami
  • Privacy Policy

© 2023 BerandaNegeri.com - Morris by Gendis.

No Result
View All Result
  • HOME
  • BERITA
  • JELAJAH
  • BUMI MANUSIA
  • BIOGRAFI
  • OPINI
  • KOLOM
  • SASTRA
  • Lainnya
    • TEROPONG
    • PUSTAKA
    • PAPALELE ONLINE
    • LENSA
    • JADWAL

© 2023 BerandaNegeri.com - Morris by Gendis.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In